Antara Kebebasan dan Kendali: Alasan Rasional di Balik Keputusan Childfree – EF EFEKTA English for Adults
Di era modern, semakin banyak individu maupun pasangan yang memilih gaya hidup childfree, yakni keputusan sadar untuk tidak memiliki anak sepanjang hidup mereka. Meski sempat dianggap tabu, kini pilihan ini mulai mendapat ruang dalam percakapan publik sebagai bentuk kebebasan menentukan arah hidup sendiri.
Alasan di Balik Keputusan Childfree di Indonesia
Pertanyaan seperti "Kenapa orang pilih childfree?" sering kali dilontarkan dengan nada penasaran, heran, atau bahkan menghakimi. Padahal, ada banyak alasan rasional yang mendasari keputusan ini. Salah satunya adalah keinginan untuk memiliki kendali penuh atas waktu, energi, dan sumber daya yang mereka miliki. Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin besar pula kesadaran atas tanggung jawab membesarkan anak. Banyak perempuan berpendidikan tinggi memilih childfree demi mengejar karier dan pengembangan diri. Tanpa tanggung jawab untuk membesarkan anak, banyak yang merasa lebih bebas dalam mengejar karier, pendidikan, atau pengalaman hidup lainnya.
Selain itu, salah satu alasan paling dominan di balik pilihan childfree adalah pertimbangan finansial. Meningkatnya biaya hidup, pendidikan, dan kesehatan mendorong banyak pasangan berpikir ulang untuk punya anak. Bagi sebagian perempuan di perkotaan, menunda atau meniadakan anak dianggap solusi agar finansial tetap stabil. Sebab dibutuhkan biaya yang sangat besar untuk membesarkan anak, mulai dari kebutuhan dasar seperti makanan dan pakaian, pendidikan, hingga biaya kesehatan. Terlebih di tengah ketidakpastian ekonomi global seperti saat ini, tidak sedikit yang merasa lebih nyaman memilih hidup tanpa beban finansial tambahan.
Beberapa individu juga memilih childfree karena didorong oleh keprihatinan mendalam terhadap kondisi lingkungan global dan isu-isu overpopulasi. Mereka percaya bahwa dengan tidak menambah populasi, mereka berkontribusi pada upaya menjaga keberlanjutan planet. Selain itu, ada pula yang merasa tidak memiliki naluri keibuan atau kebapakan, dan tidak ingin memaksakan diri menjalani peran yang tidak sesuai dengan jati diri mereka.
Seberapa Besar Fenomena Childfree di Indonesia?
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, sekitar 8% atau 71 ribu perempuan usia subur (15-49 tahun) di Indonesia menyatakan memilih hidup tanpa anak. Angka ini cenderung meningkat, khususnya di wilayah perkotaan seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten. Fenomena childfree juga lebih banyak ditemukan di generasi milenial dan Gen Z, seiring meningkatnya kesadaran akan hak dan pilihan pribadi. Namun, menurut BKKBN, fenomena childfree masih tergolong kecil secara nasional yakni kurang dari 0,01% dari total pasangan.
Dampak Jangka Panjang dari Fenomena Childfree
Tentu saja, ada konsekuensi besar yang perlu dipikirkan ketika fenomena childfree terus meluas secara nasional, misalnya:
Penurunan Angka Kelahiran Nasional
Fenomena childfree turut menurunkan total fertility rate (TFR) Indonesia, yang bila tidak dikendalikan bisa mengakibatkan krisis regenerasi, mirip dengan yang kini dialami Jepang dan Korea Selatan.
Ketidakimbangan Demografi dan Ancaman Penuaan
Jika jumlah generasi muda lebih sedikit dari warga usia lanjut, negara berisiko menghadapi aging population crisis: beban ekonomi dan sosial jatuh pada generasi muda yang lebih kecil, sedangkan populasi lansia terus bertambah.
Ancaman Pertumbuhan Ekonomi
Berkurangnya populasi usia produktif mengganggu produktivitas dan memengaruhi dana pensiun, jaminan sosial, serta pertumbuhan pasar domestik. Potensi penurunan pendapatan negara tidak dapat diabaikan.
Resiko Keberlanjutan Kesejahteraan Lansia
Dalam jangka panjang, perempuan childfree di usia lanjut cenderung tidak punya anak atau keluarga dekat yang bisa menanggungnya, sehingga berpotensi membebani negara melalui jaminan sosial.
Meski begitu, penting untuk dipahami bahwa dengan memilih gaya hidup childfree bukan berarti seseorang menjadi anti-anak atau egois. Justru, mereka memilih jalur hidup yang sesuai dengan nilai dan kemampuan mereka, sehingga bisa menjadi individu yang lebih utuh, bahagia, dan berdampak positif bagi sekitarnya.
Kesimpulan
Pilihan untuk tidak memiliki anak atau childfree bukan sekadar keputusan pribadi, tapi juga refleksi atas kesadaran, tanggung jawab, dan visi hidup seseorang. Di dunia yang semakin beragam ini, menghargai pilihan hidup satu sama lain adalah bentuk kematangan dan toleransi sosial.
Mau bisa mengekspresikan opini pribadi seperti ini dalam bahasa Inggris dengan percaya diri?
Gabung sekarang bersama EF EFEKTA English for Adults dan tingkatkan kemampuan bahasa Inggrismu dengan cara yang relevan dan menyenangkan!
Posting Komentar